Apakah bangunan tanggap gempa itu?
Bagaimana cara membangunnya?
Berapa biaya yang dibutuhkan?
Barangkali pertanyaan tersebut sekarang lagi populer di masyarakat. Secara
harfiah, kata tanggap berarti peduli. Disini tercipta dialog-dialog, interaksi
antara bangunan dan alam dimana bangunan itu didirikan. Diharapkan dari dialog
ini ada kesepahaman antara keduanya, sehingga dapat saling berdampingan dan
bersahabat. Sekarang masyarakat Sedikit demi sedikit telah melek atau peduli
bagaimana membangun bangunan yang "peduli gempa atau paling tidak,
beresiko kecil ketika getaran gempa menerpa bangunan. Mungkin ini salah satu
dari hikmah bencana yang baru saja berlalu.
Bangunan tanggap gempa merupakan sebuah bangunan yang
dapat
mengakomodasi gaya gempa yang terjadi, baik gaya vertikal, horisontal maupun
diagonal. Penulis sengaja tidak memberikan contoh-contoh bentuk atau
modelbangunan tanggap gempa, karena khawatir hal ini akan malah menjadi kontra
produktif. Tawaran diskusi akan mengarah kepada prinsip-prinsip bangunan tahan
gempa, selanjutnya bentuk dan eksekusi metoda membangun diserahkan kepada
masyarakat. Diharapkan peran masyarakat akan mendapat ruang yang cukup untuk
mengekspresikan citra dan bentuk rumah dan lingkungannya.
Prinsip
tectonic of the frame and stereotomic of compressive mass dapat
diterapkan. Artinya, bahan bangunan yang berkarakter berat cenderung
diletakan dibawah dan bahan bangunan yang bersifat ringan dapat di letakkan
diatasnya. Ini adalah prinsip dasar "keseimbangan". Penggunaan
bahan yang ringan selain mengurangi beban bangunan juga ketika "terpaksa"
roboh karena gempa tidak terlalu melukai penghuni atau pengguna bangunan.
Setelah bentuk bangunan dirancang, maka dibangunlah sebuah rumah tanggap gempa.
Pastikan bahwa komponen-komponen bangunan lengkap. Kalau dianalogikan dengan
manusia, maka sebuah bangunan harus memiliki kaki, tubuh dan kepala. Kaki
bangunan adalah pondasi, tubuhnya adalah dinding termasuk kolom dan kepalanya
atap. Hal yang krusial adalah tentang sambungan antar komponen antara pondasi
dengan kolom, kolom dengan atap dan kesatuan antar kolom dengan sloof dan balok
cincin (
ring balk). Sambungan ini harus benar-benar terkait satu sama
lain untuk memastikan kesatuan bangunan, sehingga bila terjadi gempa dapat
stabil. Kemudian sambungan antar elemen, baik menggunakan bahan kayu, bambu,
beton atau mungkin baja, untuk dipastikan sambungan terkait erat dan kokoh.
Bentuk bangunan tanggap gempa bukanlah dogma yang harus sama dan seragam.
Dengan memberdayakan bahan-bahan lokal, mengajak partisipasi masyarakat serta
adanya pendampingan terhadap teknik dan metode membangun diharapkan tercipta
bangunan yang homy, lokal dan tanggap gempa.
0 komentar:
Posting Komentar